Tuesday, July 4, 2017

Mendinginkan Otak di Perpustakaan

Tidak sedikit mahasiswa dalam masa perkuliahan mengalami stres. Hal ini seringkali karena materi pembelajaran yang disampaikan oleh dosen sulit untuk dipahami, ditambah lagi dengan menumpuknya tugas-tugas yang diberikannya. Ketika mahasiswa mulai mencapai titik stresnya, banyak dari mereka yang membuat status "kurang piknik". Oleh karena itu kebanyakan mahasiswa ketika mengalami stres lebih memilih untuk jalan-jalan ke tempat rekreasi maupun ke tempat lain yang sedang hits. Hal itu tidak berlaku bagi saya. Ketika saya mulai merasa stres atau  jenuh dengan perkuliahan, saya biasanya menghilangkan rasa stres dengan berkunjung ke perpustakaan.
Ya, perpustakaan. Kebanyakan mahasiswa menganggap perpustakaan hanya sebagai tempat menyimpan buku atau referensi yang membantu mereka dalam perkuliahan. Kebanyakan dari mereka datang ke perpustakaan hanya karena terpaksa. Namun bagi saya perpustakaan lebih dari sekadar tempat menyimpan buku-buku atau referensi yang membantu dalam perkuliahan. Saya biasanya mengunjungi perpustakaan untuk mencari inspirasi. Tidak sedikit inspirasi yang saya dapatkan ketika berada di perpustakaan. Ketika saya dihadapkan dengan suatu pilihan ataupun suatu masalah, biasanya saya berkunjung ke perpustakaan hanya sekadar untuk duduk diam dan berpikir mencari jalan keluar atau solusi dalam mengatasi masalah tersebut.
Hampir setiap hari saya selalu berkunjung ke perpustakaan. Saya biasanya berada di perpustakaan sebelum ataupun sesudah jam perkuliahan dimulai. Saya senang berada di perpustakaan karena suasananya dingin. Selain itu, disana juga terdapat air minum gratis. Kebetulan saya anak kos. Bagi anak kos seperti saya, lumayanlah ketika lagi krisis air minum, pasti datang membawa botol air minum besar. Tidak hanya itu, di perpustakaan terdapat layanan Wi-Fi gratis. Di perpustakaan tempat duduk favorit saya di pojok kanan dekat komputer katalog dan ruang untuk memberi sampul pada buku. Karena saya sering berada di perpustakaan, teman-teman saya sampai mengatakan bahwa tempat tinggal saya di perpustakaan. Mereka pun tahu bahwa tempat favorit saya di perpustakaan ada di pojokan. “Dasar jomblo!!! Duduknya dipojokan terus”, ejek teman saya. Memang benar, saya lebih merasa nyaman berada di perpustakaan dibanding berada di kos.
Perpustakaan merupakan tempat yang paling berpengaruh dalam perkembangan akademik saya. Hal ini terlihat dari semakin sering saya berkunjung ke perpustakaan, semakin banyak ilmu yang saya dapatkan. Alhasil nilai saya di semester 3 semakin membaik. Tidak hanya dalam perkembangan akademik saja tetapi juga berpengaruh dalam perkembangan psikologis saya. Masih banyak lagi energi-energi positif yang saya terima ketika berkunjung ke perpustakaan. Saya sangat prihatin karena masih banyak mahasiswa yang tidak tertarik untuk berkunjung ke perpustakaan. Padahal perpustakaan tidak melulu soal tempat belajar, tetapi bisa dijadikan tempat untuk meditasi ataupun refreshing ketika sedang mengalami frustasi, depresi, galau, dan lain-lain.
Saya berusaha mengajak teman-teman saya untuk berkunjung ke perpustakaan. Salah satu cara yang saya lakukan yaitu ketika ada tugas kelompok maka saya selalu mengajak mereka untuk mengerjakannya di perpustakaan. Saya berharap dengan langkah sederhana tersebut, banyak mahasiswa yang semakin tertarik untuk berkunjung ke perpustakaan.
INGAT JUGA UNTUK BUDAYAKAN MEMBACA BUKU!!!

Monday, July 3, 2017

Tawa Sang Pemberontak

Saya ingin menceritakan pengalaman saya yang bagi saya pengalaman ini sangat asik buat dibaca dan bisa menjadi sedikit percikan api untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ketika itu HMPS Pendidikan Matematika mengadakan kegiatan bakti sosial di SD Timbulharjo Sleman, Yogyakarta. Isi bakti sosial sendiri yaitu mengajar anak-anak kelas 2, 3, 4, dan 5. Nah, posisi saya di kegiatan bakti sosial ini yaitu sebagai panitia kegiatan dan koordinator untuk mengajar kelas 3.
23 Maret 2016, merupakan pengalaman pertama saya mengajar siswa SD tetapi saya tidak sendirian. Saya ditemanin para pengajar yang lain. Ketika kami memulai kegiatan dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya sebagai koordinator memperkenalkan diri terlebih dahulu.
“Selamat pagi adik-adik !” sapa saya.
“Selamat pagi !” jawab mereka dengan semangat.
“Perkenalkan nama saya Mateas Handy Wicaksono. Kalian bisa manggil mas Handy.” Kata saya.
“Haa... mas Mandi.” celetuk seorang anak laki-laki. Nama anak itu adalah Panji.
Lantas anak-anak yang lain pun juga memanggil saya mas Mandi. Awalnya saya bingung tetapi melihat mereka tertawa dengan nama tersebut, saya tidak mempermasalahkannya. Setelah saya memperkenalkan diri, kemudian dilanjutkan perkenalan diri dari pengajar yang lainnya.
Kegiatan pada hari pertama bakti sosial, berjalan abstrak. Kenapa abstrak? Karena sulit untuk dijelasin. Anak-anak sangat hyperaktif sehingga sulit untuk diatur. Banyak yang memberontak untuk belajar. Namun, ketika setelah diberikan soal mereka pun bisa diatur dan mereka semua mau mengerjakannya. Saat itu, saya membantu anak kembar yang luar biasa. Namanya adalah Doni dan Dani. Sampai sekarang saya belum bisa membedakan keduanya. Tetapi dalam belajar si Doni lebih tekun untuk belajar walaupun dia memiliki keterbatasan dalam menulis dan membaca. Semangat dari Doni itulah yang membuat saya sangat terkesan dan kagum dengannya. Saya memutuskan untuk selalu membantunya dalam mengerjakan soal-soal khsusnya soal matematika dengan kemampuan saya yang terbatas.
Hari kedua bakti sosial. Pada hari kedua bakti sosial “sedikit” berjalan lebih baik daripada hari pertama. Anak-anak mulai bisa dikendalikan dengan baik. Walau masih ada beberapa anak yang asik dengan mainannya baik Yoyo, congklak dan sebagainya( ini sekolah atau toko mainan). Saya tidak marah dengan tingkah laku mereka, tetapi saya merasa bahagia melihat mereka bisa tertawa bahagia melakukan yang mereka sukai. Ketika itu saya duduk bersama Panji. Awalnya dia sangat semangat, tetapi lama-kelamaan dia kelihatan mulai lemas.
“Kamu kenapa Nji?” tanya saya.
“Aku haus mas.”jawabnya.
“Ada minum gak? Kalo ada. minum aja gak apa-apa.” kata saya.
Dia pun mulai mencari air minum. Setelah minum, dia kembali bersemangat untuk belajar. Selain itu ada seorang anak perempuan, yang membuat menarik perhatian saya. Karena saya perhatikan mulai dari hari pertama baksos dan hari kedua ini dia selalu nangis. Lantas saya datang untuk menghampirinya. Saat saya bertanya “kenapa dia menangis?” Dia tidak menjawabnya. Saya bertanya berulang kali, tetapi saja dia tidak menjawabnya. Saya pun melanjutkan untuk mengajar anak-anak yang lain. Untungnya kegiatan bakti sosial hari kedua ini berjalan dengan lancar, tidak seperti pada hari pertama yang suasana seperti “neraka di dalam bumi”.
Hari ketiga bakti sosial. Hari ketiga baksos ini saya tidak mengikutinya dikarenakan saya mengikuti kegiatan week and moral di Syantikara. Selama kegiatan saya memikirkan apa yang akan dilakukan para pemberontak tersebut tanpa kehadiran saya. Tetapi ya sudahlah, saya tetap yakin pasti semangat mereka untuk belajar sangat tinggi.
Hari keempat bakti sosial. Pada hari keempat ini, saya datang ke sekolah lebih awal daripada rombongan yang lain. Kedatangan saya langsung disambut tawa dari mereka. Khususnya anak-anak perempuan yang lanngsung mengait dan menarik saya. Di kelas 3 ini ada yang membuat saya tertarik, yaitu adanya sebuah “geng” di dalam kelas. Ada beberapa geng laki-laki dan geng permpuan. Pada geng laki-laki, ada berisi sekumpulan anak-anak yang “luar biasa”. Geng tersebut dipimpin oleh big boss (badannya besar) Naufal dan beranggotakan si kembar, Panji dan beberapa anak laki-laki yang lain (saya lupa namanya). Geng ini sangat unik, mereka membuat keributan ketika big boss mulai memerintahkannya. Nah, pada hari keempat ada kejadian yang luar biasa. Ketika itu saat pembelajaran dimulai, terdengar suara seseorang seperti orang yang menggunakan “toa di unjuk rasa” meneriakan supaya nonton film. Duarr seperti pasukan perang yang lain juga ikut meneriakan film.
“Film !!! Film.. Film.. Film....!!!” teriak mereka satu kelas.
“Sttt..... tolong diam anak-anak.” Jawabku.
“Film.. film.. film.. film!!” teriak mereka lagi.
Setelah saya lihat-lihat ternyata biang keladinya adalah si Panji. Kemudian saya pun langsung mendekatinya.
“Nji.. sekarang waktunya belajar bukan nonton film” kata saya.
“Enggak mau. Kemarin katanya udah janji nonton film.” balasnya.
“Lah siapa yang janjiin nonton film? Mas kan gak ada janji.” tanya saya.
“Itu ada mas yang item keriting.” jawabnya.
“Mana orangnya?” tanya saya lagi.
Dia pulang langsung keluar dan mencari orang tersebut. Ternyata orangnya adalah kakak tingkatku. Saya pun secara tidak langsung merasa kecewa karena tidak selayaknya anak-anak diberi janji yang tidak dipertanggungjawabkan. Hampir 1 jam mereka berteriak meminta film. Disitu saya sudah mulai gigit jari untuk menghadapi mereka. Saya akhirnya datang kepada wali kelas mereka untuk membantu menertibkan mereka. Akhirnya mereka pun bisa tenang setelah wali kelas mereka masuk ke kelas. Akhirnya kegiatan bakti sosial pada hari tersebut bisa berjalan, walaupun waktunya cuma tinggal 20 menit. Sebelum pulang mereka meminta pertemuan berikutnya untuk diputarin film. Luar biasanya mereka mengancam apabila tidak diputarin film mereka memilih untuk pulang. Saya pun hanya bisa tersenyum dan menggaruk-garuk kepala meng-iya-kan permintaan mereka. Pada hari tersebut sungguh membuat hanya “stres” karena tingkah laku mereka. Tetapi dari sini saya belajar bahwa kita tidak boleh membuat janji dengan begitu saja tanpa bisa mempertanggungjawabkannya. Ucapan mudah untuk dilakukan tetapi perbuatan sulit untuk dilakukan.

Hari kelima bakti sosial merupakan hari penutupan baksos. Dalam acara penutup ini disampaikan pesan dan kesan dari perwakilan pengajar dan siswa. Saya pun mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pesan dan kesan saya. Saya mendapatkan pengalaman yang luarbiasa. Kita sebagai calon pendidik haruslah mengenal murid kita baik sehingga kita bisa membuat sebuah pembelajaran yang membuat mereka nyaman dan senang. Apalagi untuk guru SD, harus mampu membentuk mindset serta kepribadian anak secara baik dan benar. Jangan sampai ada hal-hal negatif yang mempengaruhi pembentukan kepribadian mereka. Terimakasih untuk tawa kalian “Sang Pemberontak Kecil” yang memberikan sesuatu yang bisa membuat saya untuk menjadi lebih baik.