It’s the attitude not the altitude – Scott Fischer
Makna
hidup?
Setelah menonton
film “Everest” banyak hal yang awalnya saya tidak menyadari dan saya dapatkan.
Kebanyakan orang termasuk saya berpikir dalam menggapai sesuatu yang diinginkan
kita harus bisa mendapatkannya secara mutlak bagaimanapun caranya tanpa
memikirkan sisi-sisi yang lain . Seperti yang terlihat dalam film Everest para
pendaki hanya memikirkan bagaimana cara menuju puncak tanpa memikirkan bahaya
yang akan terjadi. Seperti pendaki yang bernama Doug Hansen yang menyadari
bahwa fisiknya sudah tidak kuat dan telah disarankan oleh Rob Hall untuk tidak
melanjutkan perjalanan. Rob Hall merupakan pemandu pendakian gunung Everest
yang juga peduli terhadap kebersihan wisata gunung Everest. Doug tetap nekat
untuk melanjutkan perjalanan dan pada akhirnya mencapai puncak. Namun pada saat
perjalanan turun ia kehabisan oksigen. Rob dengan rasa bertanggung jawab
menolong Doug supaya ia tidak meninggal dalam perjalanan. Namun sayangnya badai
besar menghampiri mereka saat Rob berusaha membantu Doug turun dan mencari
pertolongan. Pada akhirnya mereka meninggal karena kehabisan oksigen dan
kedinginan. Nah dari sini saya mendapatkan hal yang baru bukan soal puncak
tetapi sikap untuk mencapai puncak. Saya pernah merasakan bagaimana rasanya
mendaki gunung. Saya awalnya menganggap hal itu mudah saya hanya menyiapkan
minum yang cukup. Tapi ternyata hal itu tidak semudah naik tangga. Kita harus
benar-benar menyiapkan fisik dan mental yang kuat. Nah dari situlah saya
menyadari bahwa untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan itu harus benar-benar
menyiapkan segalanya. Tidak hanya semangat tetapi segala resiko yang ada harus
juga kita ketahui. Apabila kita tidak bisa mendapatkan sesuatu puncak/tujuan
yang kita inginkan, kita jangan memaksakan diri kita untuk mencapai tujuan yang
kita ingin sampai harus mengorbankan nyawa kita. Kita harus menyadari batasan yang kita miliki.
Dalam mencapai tujuan itu juga kita tidak mencapainya senidiri. Kita sangat
butuh bantuan orang lain. Kita jangan memaksakan ego dan rasa gengsi kita untuk
mencapai tujuan yang tidak pernah dicapai orang lain. Jika kita memaksakan ego
kita, kita hanya mencelakakan diri kita bahkan orang lain di sekitar kita. Maka
dari itu saya memaknai hidup bukan untuk mencapai puncak tertinggi dalam hidup
kita tetapi bagaimana kita melawan ego kita untuk mencapai puncak dengan
melihat kondisi yang ada dan mencari puncak yang lain. Karena hidup bukan untuk
satu tujuan tetapi banyak tujuan. Selain itu hidup kita juga bukan untuk diri
kita sendiri tetapi hidup kita juga untuk orang lain. Kita sebagai manusia
tidak bisa hidup sendiri melainkan hidup butuh pertolongan orang lain.
Kenapa
manusia kalah dengan alam(gunung)?
Ada teori yang
mengatakan bahwa manusia yang berhak untuk melestarikan dan menggunakan segala
kekayaan alam dengan kata lain manusia lebih tinggi kedudukan daripada. Tapi
setelah menonton film Everest hal itu salah. Jika kita dibandingkan dengan alam
salah satunya gunung kita tidak ada apa-apanya. Bagi gunung kita hanyalah debu yang mengotori gunung itu
sendiri. Dalam film “Everest” pendaki kalah dengan alam(gunung). Kenapa hal itu
bisa terjadi? Padahal dibanyak kesempatan manusia selalu bisa mengatasi alam.
Menurut saya sikap manusia lah yang membuat manusia itu kalah. Kita menganggap
diri kita itu diatas segalanya padahal kita hanya dibawah dari alam. Sebagai
contoh gunung bisa tetap berdiri kokoh walaupun diterpa badai ataupun dirusak
oleh manusia tetapi sebaliknya manusia tidak akan mampu tetap berdiri jika
diterpa badai atau permasalahan yang lain. Nah sikap manusia yang sombong dan
ego yang tinggi itulah yang membuat manusia itu lupa bahwa kita memiliki banyak
kekurangan. Kita lupa bahwa dalam menghadapi alam kita harus benar-benar menyiapkan segalannya. Kita harus juga menyadari
kelemahan diri kita dan tidak memaksa diri kita untuk terus maju dalam
menghadapi suatu tantangan atau keinginan. Kita harus bisa membuka diri kita
dan mengakui bahwa kita tidak bisa lebih
baik daripada alam. Satu hal yang penting kita tidak akan pernah bisa
mengalahkan alam(gunung) tapi kita bisa sama dengan alam(gunung) jika kita
memiliki pengorbanan yang besar.
Makna
kematian menurutmu?
Dalam film Everest
ada beberapa orang yang meninggal dalam perjalanan. Tapi saya melihat kematian
mereka hal yang berbeda. Doug Hansen, Andy Harris, Yasuko Namba. Bagi saya
kematian mereka sangat disayangkan karena mereka meninggal karena sikap mereka
sendiri yang memaksakan diri sendiri. Kematian mereka sangat sia-sia. Berbeda
dengan kematian Rob Hall ia meninggal karena ia bertanggung jawab terhadap
keselamatan mereka. Bagi saya kematiannya merupakan kematian yang terpuji karena mengorbankan
nyawanya demi nyawa orang lain yang walaupun nyawa pendaki tersebut tidak dapat
ditolong. Maka dari saya memaknai kematian bukan sebuah ketakutan, apabila
selama hidup kita sudah melakukan hal-hal yang benar maka saat kematian menghampiri kita sudah siap. Kematian
merupakan suatu hidup yang baru dan hidup yang baru itu didapatkan jika kita
selama hidup kita melakukan hal-hal yang baik demi hidup kita sendiri dan demi
orang lain. Dengan kata lain selama hidup kita jangan melakukan hal-hal yang
berdosa.
Mengapa
pengorbanan hidup begitu berarti dalam kehidupan ini?
Dalam hidup pastinya semuanya memiliki
pengorbanan dalam mencapai sesuatu. Pengorbanan akan menjadikan kita menjadi
orang yang lebih maju. Apabila kita hanya berdiam dan tidak melakukan apa-apa
pastinya kita tidak akan menjadi orang yang lebih baik. Terlihat dalam film
Everest ketika Rob Hall mengatakan kepada Beck Weathers “Kamu membayarku, untuk
membawamu turun dengan selamat ke bawah” mungkin Rob jika tidak melakukan hal
itu, hidupnya tidak akan ada artinya apa yang telah dilakukan sekalipun dibayar
mahal. Maka dari itu pengorbanan juga akan membuat kita lebih berarti. Jika
kita tidak melakukan pengorbanan dalam hidup kita hanya sia-sia. Orang yang
sukses itu merupakan orang yang memiliki pengorbanan yang besar dalam berbagai
hal.
“Selalu ada kompetisi di antara orang-orang dan
gunung, gununglah yang selalu menjadi pemenang” Anatoli Boukreev
No comments:
Post a Comment