Tuesday, August 27, 2019

Pembelajaran di SMP Aloysius Turi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dunia pendidikan adalah faktor utama dalam suatu kehidupan. Hal ini dikarenakan, bila tidak ada pendidikan dalam kehidupan seseorang, maka orang tersebut akan mudah ditipu, diperalat bahkan orang tersebut tidak akan dapat berkembang ataupun bertahan hidup. Tidak hanya itu, pendidikan juga merupakan sarana yang penting dalam upaya peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia), teristimewa pada masa sekarang, dimana kehidupan penuh dengan tantangan. Oleh karena itu pengembangan kualitas SDM melalui pendidikan harus dilaksanakan secara terpadu. Dalam dunia pendidikan, dalam proses pemahaman terhadap suatu materi dalam ilmu pengetahuan diperlukan adanya seorang pendidik atau dikenal sebagai seorang guru. Guru memiliki kewajiban untuk membimbing murid-muridnya dalam memahami materi pelajaran, dan menanamkan kepribadian yang baik kepada murid-muridnya.
Untuk menjadi seorang calon pendidik, disamping harus menguasai materi dalam hal ini materi SMP secara mendalam, kita juga harus mengetahui kondisi nyata yang ada di lapangan. Melihat kenyataan di lapangan seperti apa kegiatan proses belajar mengajar tersebut diterapkan. Mengamati siswa dalam memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru, aktivitas siswa selama proses belajar berlangsung, dan mengamati cara seorang guru dalam menyampaikan materi kepada siswanya, agar siswanya merasa nyaman, memahami dan menyukai materi yang diberikan oleh guru. Oleh sebab itu, kegiatan observasi ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung bagaimana proses kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. Selain itu, observasi dilakukan untuk mengetahui metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta kesulitan yang dialami oleh guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika.
B.     Tujuan Kegiatan
·      Tujuan umum:
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Matematika SMP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.
·      Tujuan Khusus
1.    Mengetahui profil sekolah dan karakteristik siswanya.
2.    Mengetahui kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah.
3.    Mengetahui metode pembelajaran yang digunakan.
4.    Mengetahui kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika.
5.    Mengetahui kesulitan guru dalam pembelajaran matematika.
6.    Mengetahui kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika.
C.    Manfaat Kegiatan
1.        Memberikan pengalaman dan kesempatan bagi mahasiswa untuk lebih mengenal calon anak didiknya dalam berbagai aspek yang ada di dalam peserta didik.
2.        Memberikan gambaran mengenai kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.
3.        Sebagai bekal untuk menjadi guru yang cerdas dan humanis.


BAB II
HASIL OBSERVASI
A.      Profil Sekolah dan Kelas
Nama Sekolah                         : SMP Aloysius Turi
Alamat Sekolah                       : Donekerto Turi, Sleman, Yogyakarta
Kepala Sekolah                       : Br. Kosmas Mulyadi, S.Pd.,CSA
Kelas                                       : VIII A
Jumlah Siswa                          : 30 orang
Fasilitas Di Dalam Kelas         : Meja, Kursi, Proyektor, Penghapus, Penggaris,
Jangka, Papan Tulis dan Spidol.
B.       Proses Pembelajaran
1.        Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan awal :
Pembelajaran diawali dengan ucapan salam dari siswa yang kemudian dibalas oleh guru. Nama guru tersebut adalah Ibu Sisil. Setelah memberi salam, kemudian kami dipersilahkan untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan kami berada di kelas tersebut. Kami kemudian memposisikan diri duduk di paling belakang. Guru memulai pembelajaran dengan bertanya kepada siswa mengenai bahan untuk pembelajaran. Pada saat itu siswa diminta oleh gurunya membawa kerangka kubus dan balok yang terbuat dari stik atau kawat untuk kegiatan pembelajaran. Semua siswa membawa kerangka kubu dan balok tersebut.
Kegiatan Inti:
Pada kegiatan pembelajaran saat itu, guru mengajak siswa untuk memahami unsur-unsur yang ada di bangun ruang kubus dan balok dengan menggunakan alat peraga. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Kemudian di dalam kelompok siswa diminta untuk membentuk diagonal bidang dan ruang di kerangka kubus dan balok yang mereka persiapkan. Siswa membuat diagonal bidang dan ruang dengan menggunakan benang yang dililitkan pada kerangka bangun ruang tersebut. Guru berkeliling mengawasi dan membantu siswa yang kesulitan untuk menemukan diagonal bidang dan diagonal ruang. Kemudian guru meminta beberapa siswa untuk menunjukan diagonal bidang dan diagonal  ruang. Ada seorang siswa yang kesulitan untuk menemukan diagonal ruang. Siswa yang kesulitan tersebut kemudian dibantu oleh guru dan teman-teman yang lain.
Tidak hanya menggunakan alat peraga kerangka kubus dan balok. Guru juga mengajak siswa untuk membentuk bangun ruang kubus dan balok dengan menggunakan kertas yang telah mereka persiapkan. Guru meminta siswa membentuk kubus dan balok dengan jaring-jaring kubus dan balok yang mereka buat bervariasi. Guru mengajak siswa untuk berpikir kreatif menemukan berbagai variasi bentuk jaring-jaring sehingga dapat terbentuk bangun ruang kubus dan balok. Kegiatan ini dilakukan siswa di dalam kelompok yang sama seperti sebelumnya.
Kegiatan akhir:
Saat siswa sedang membuat kubus dan balok dengan kertas, ternyata waktu pelajaran telah berakhir. Guru pun meminta siswa untuk menghentikan kegiatannya. Guru kemudian meminta siswa untuk melanjutkan membuat kubus dan balok di rumus. Pada pertemuan berikutnya beberapa siswa diminta untuk menjelaskan mengenai kubus dan balok yang telah mereka buat.
Media:
Dalam kegiatan pembelajaran, guru menggunakan alat peraga konvensional yaitu kerangka kubus dan balok untuk membantu siswa dalam memahami unsur-unsur bangun ruang khususnya kubus dan balok. Alat peraga tidak hanya dibuat oleh guru tetapi siswa diajak untuk membuat alat peraga tersebut.
Sumber bahan:
Dalam kegiatan pembelajaran, buku paket yang digunakan guru yaitu buku Matematika SMP Kelas VIII Semester 2
2.        Aktivitas Siswa 
Selama kegiatan pembelajaran, banyak siswa yang aktif membuat diagonal bidang dan diagonal ruang seperti yang telah diperintah oleh guru. Interaksi antara guru dan siswa juga relatif kondusif. Relasi yang tercipta antara guru dengan siswa begitu akrab. Hal ini terlihat ketika adanya hiburan atau bercandaan yang timbul baik itu dari guru maupun siswa. Adanya komunikasi dua arah antara guru dan siswa. Siswa berani bertanya ketika ada penjelasan dari guru yang belum mereka pahami. Guru pun langsung menanggapi siswa yang bertanya. Tidak hanya itu di dalam kelompok pun siswa juga aktif berdiskusi dengan teman kelompok untuk melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh guru. Siswa juga berani ketika diminta untuk maju dan menjelaskan mengenai diagonal bidang  dan diagonal ruang yang telah mereka buat. Pengelolan kelas juga dilaksanakan dengan cukup baik. Ketika siswa sedang membuat diagonal bidang dan diagonal ruang, guru berkeliling untuk mengawasi dan memeriksa apa yang telah dilakukan oleh siswa.
3.        Permasalahan Selama Pembelajaran
·      Ada siswa yang tidak membawa bahan untuk pembelajaran.
·      Ada siswa yang tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh guru yaitu membuat diagonal bidang dan diagonal ruang pada kerangka kubus dan balok.
·      Terbatasnya waktu untuk melaksanakan pembelajaran. Hal ini dikarenakan pada saat itu ada kegiatan kerja bakti untuk persiapan ujian tengah semester.


BAB III
PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI
A.      Tanggapan Umum Proses Pembelajaran
Selama melakukan observasi di SMP Aloysius Turi kelas VIII, kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik. Metode pembelajaran yang digunakan sangat membantu siswa untuk memahami materi. Salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Alat peraga sangatlah baik digunakan untuk membantu siswa dalam pembelajaran matematika. Matematika terkenal dengan hal-hal abstrak. Oleh karena itu dengan adanya alat peraga memudahkan untuk merepresentasikan hal-hal yang abstrak sehingga siswa mudah untuk memahaminya. Alat peraga tidak hanya dibuat dan dijelaskan oleh guru saja. Tetapi siswa yang dituntut untuk membuat alat peraga tersebut dan menemukan penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Disini masalah yang mereka hadapi adalah menemukan atau membentuk diagonal bidang dan diagonal ruang. Peranan guru dalam menggunakan alat peraga yaitu membimbing siswa untuk menemukan solusi terhadap masalah yang mereka hadapi. Hal ini sangatlah baik. Siswa akan terlatih secara mandiri dalam memahami dan mengatasi masalah yang mereka hadapi. Dengan kata lain siswa akan menjadi lebih kreatif dan aktif dalam pembelajaran matematika.
Adanya siswa yang tidak mengikuti pembelajaran secara serius sebenarnya ada beberapa faktor. Salah satu faktor mendasar adalah kurangnya minat siswa tersebut dengan matematika. Pikiran yang terbentuk dalam diri siswa bahwa matematika itu sulit dan membosankan. Hal ini juga di akui oleh guru (Ibu Sisil). Siswa harus diberikan banyak motivasi yang kuat agar mereka semakin tertarik dalam belajar matematika. Namun secara keseluruhan, metode pembelajaran yang dilakasanakan oleh guru cukup baik. Tidak sedikit guru yang belum mampu menggunakan metode pembelajaran yang dapat membantu proses perkembangan siswa khususnya dalam pembelajaran matematika.

B.       Hal-hal yang Dipelajari sebagai Calon Guru (Individual)
Menurut Martinus Joko Susilo
Dari hasil observasi kali ini saya melihat kalau menjadi seorang guru harus memiliki sifat yang tegas, jujur, bisa membaur dengan siswanya. Dalam kenyataannya memang tidak mudah menjadi seorang pendidik, mereka harus bisa memahami karakteristik setiap siswa siswinya. Selain itu, seorang guru harus mampu membangun konsep berpikir siswa serta mengenal karakter siswanya dengan baik sehinnga metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan kemampuan siswanya. Penggunaan alat peraga pada materi yang diajarkan di dalam kelas adalah salah satu cara untuk memudahkan para siswa untuk memahami materi itu. Menjadi seorang guru tidak harus selalu mengajarkan materi pelajaran, sebagai seorang guru juga harus bisa membawa suasana menjadi menyenangkan supaya suasana di dalam kelas tidak tegang.
Menurut Mateas Handy Wicaksono
Guru yang baik adalah guru yang mengenal siswanya. Dalam kegiatan pembelajaran guru harus memahami setiap kepribadian yang dimiliki siswanya. Selain itu guru juga harus memahami kemampuan setiap siswa. Dengan begitu guru akan mampu mengelola kelas dengan baik. Guru juga akan mampu merancang metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi semua kebutuhan yang diperlukan oleh siswanya. Guru juga harus disiplin, tegas dan mampu menjadi contoh yang baik bagi siswanya. Guru juga harus mampu memberikan motivasi kepada siswanya sehingga siswa tidak merasa takut atau malas dalam belajar khususnya belajar matematika. Guru harus membuat siswa menjadi kreatif dan mandiri dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi.
C.      Masukan Atau Ide Pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran menggunakan alat peraga sangatlah baik. Walaupun demikian, akan lebih baik lagi apabila materi yang disampaikan juga diberikan bagaimana penerapan atau manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa akan semakin tertarik apabila mereka mengetahui manfaat dari apa yang telah mereka pelajari. Guru juga harus melakukan evaluasi setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Evaluasi dapat menggambarkan kemajuan siswa, prestasinya dan hasil rata-ratanya, sekaligus menjadi  bahan pertimbangan bagi guru agar dapat memperbaiki perencanaan maupun teknik penyajiannya. Selain itu, guru harus mampu untuk memberi motivasi agar siswa bersemangat dalam belajar khususnya belajar matematika. Motivasi bisa diberikan dengan menceritakan pengalaman yang pernah dialami guru ataupun bisa menceritakan pengalaman dari tokoh lain.


BAB IV
PENUTUP
A.      Kesimpulan
 Untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif diperlukan guru yang memiliki kualitas baik. Hal ini juga terlihat ketika kami observasi di SMP Aloysius Turi. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan berjalan cukup baik dan efektif. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya menjelaskan materi di papan tulis saja tetapi juga menggunakan alat peraga. Guru tidak menjelaskan materi dengan alat peraga secara penuh, tetapi siswa yang dituntut untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan materi yang diberikan. Guru hanya membimbing mereka apabila kesulitan dalam menyelesaikan masalah ataupun ada kesalahan yang berhubungan dengan materi. Sehingga interaksi yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya satu arah melainkan dua arah. Keakraban yang terjalin antara guru dan siswa membuat suasana di kelas menjadi menyenangkan. Namun ada siswa yang kurang bersemangat dalam belajar matematika. Hal ini dikarenakan kurangnya motivasi yang dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, guru harus mampu memberikan lebih banyak motivasi kepada siswa agar mereka lebih bersemangat dan tidak takut dalam pembelajaran matematika.
B.       Saran
Sebagai tenaga pendidik yang baik, guru harus menjadi model atau contoh bagi siswanya. Segala tindakan dan ucapan guru harus dapat dipertanggungjawabkan. Guru harus disiplin dan memahami kebutuhan siswanya
Sebagai peserta didik, siswa harus memiliki sikap disiplin dengan menaati aturan yang telah dibuat oleh guru. Siswa juga harus mengetahui tujuan ia belajar dan memiliki semangat untuk belajar.
Sebagai pengobervasi, kita harus mengetahui dengan benar kondisi kelas, peran guru di dalam kelas, keaktifan murid, materi yang sedang dibahas dan kondisi lingkungan sekitar lokasi observasi.

Monday, August 19, 2019

Menyikapi Lahirnya Negara dan Bangsa Indonesia


 Nama Jurnal
 BASIS
 Edisi Jurnal
 Nomor 03-04, Tahun Ke-50 Maret-April 2001
 Judul Artikel
 “INDONESIA: NEGARA SUDAH LAHIR, BANGSA BELUM TERBENTUK”
 Pengarang
 A.Sudiarja

A.  Pendahuluan
Kita telah mengetahui bahwa negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini terjadi setelah perjuangan para pahlawan kita pada jaman dahulu yang bersatu melawan penjajah. Namun lahirnya negara Indonesia masih menimbulkan banyak permasalahan. Salah satunya adalah ketika Indonesia telah lahir menjadi suatu negara, apakah Indonesia sudah terbentuk menjadi suatu bangsa? Padahal munculnya suatu “negara” seringkali dikaitkan dengan munculnya suatu “bangsa”. Tetapi untuk mengetahuinya kita harus memahami pengertian tentang “kepribadian bangsa” dan “kepribadian nasional”. Selain itu kita juga harus menyikapi secara positif mengenai lahirnya negara dan bangsa Indonesia serta sejarahnya pada jaman dahulu.
B.  Pembahasan
Munculnya Suatu Bangsa
Ada dua teori yang menyatakan lahirnya suatu bangsa. Teori yang pertama menyatakan bahwa suatu bangsa muncul dari kesadaran kolektif yang berkembang dari “dalam” diri suatu kelompok. Teori yang kedua menyatakan munculnya suatu bangsa dibentuk dari “luar” dengan suatu ideologi.
Beberapa pengertian mengenai bangsa:
1.    Bangsa dalam bahasa Sanskerta, vamsah (wangsa), yang berarti hubungan persaudaraan, ras atau suku, hubungan darah, keturunan, khususnya menyangkut para raja (dinasti).
2.    Pengertian bangsa dalam ilmu politik. Bangsa dalam bahasa Inggris “nation” dan dalam bahasa Latin, “natio” yang berarti kelahiran baru. Pengertin etimologis ini menyiratkan kenyataan bahwa bangsa merupakan orang-orang baru yang dilahirkan karena sesuatu peristiwa luar biasa, sehingga membentuk satu kelompok masyarakat yang mempunyai roh yang menjiwai kelompok masyarakat tersebut.
Ada dua nuansa berbeda yang menjelaskan pengertian bangsa. Pertama menunjuk pada ikatan adat dan tradisi masa lalu, yang kedua munujuk pada kebaruan di masa depan. Nuansa manakah yang dapat ditemukan dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia? Ini merupakan akar dari persoalan menyangkut pengartian berbeda dari istilah “kepribadian bangsa” dan “kepribadian nasional”.
Proses Penyadaran Identitas
Proses penyadaran identitas bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa berlangsung pada “Zaman Pergerakan” antara tahun 1900-1928 oleh kalangan cendekiawan. Kesadaran sebagai bangsa terjajah mendorong kesatua untuk melawan pemerintahan kolonial dan membangun pemerintah sendiri. Kesadaran ini juga mendorong rakyat Indonesia untuk menyatakan kebangsaannya dan menuntut kemerdekaan. Hal ini memuncak pada saat Jepang menyerah dari Sekutu pada tahun 1945. Pada saat itu bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Proklamasi pada waktu itu belum menjamin secara faktual terhadap penduduk, wilayah dan pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu, Belanda berusaha merebut kembali wilayah yang tidak dikuasai pemerintahan Indonesia.
Indonesia mengalami dualisme kekuasaan yang saling mengecualikan. Sesudah melewati proses yang panjang dan dukungan eksplisit dari rakyat, baik lewat perlawanan gerilya maupun pemboikotan terhadap birokrasi Belanda, “negara” Hindia Belanda berubah menjadi “negara” Republik Indonesia. Berdirinya “negara” Republik Indonesia corak pergaulan sosial baru yang direkayasa pemerintahan yang baru juga berkembang. Tetapi dilihat dari sudut praktis-birokratis negara Indonesia hanya mengisi fungsi-fungsi birokrasi lama yang sudah ada sejak pemerintahan kolonial. Yang baru hanyalah corak masyarakatnya yang melanjutkan birokrasi lama dengan kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, dan perdagangan yang mendukung negara. Hal ini berarti masyarakat Indonesia dengan seluruh interaksi sosialnya itu merupakan faktor penting untuk menjamin eksistensi negara Indonesia.
Kepribadian Bangsa dan Kepribadian Nasional
Kepribadian secara ekstensial memuat pengertian kebebasan dan keterbukaan; yakni tanggung jawab moral dalam tindakan dan solidaritas dengan sesama warga untuk pembentukan masa depan bersama. Kepribadian menurut Driyarkara dapat dinyatakan pada kesatuan bangsa. Kesadaran akan kepribadian muncul bersamaan dengan kesadaran akan kesatuan bangsa. Kesadaran akan  kesatuan bangsa muncul ketika pemuda-pemudi di Indonesia mengikrarkan  “Sumpah Pemuda.” Dengan ikrar itu dinyatakan otonomi bangsa Indonesia dan tanggung jawab mereka untuk menentukan nasibnya sendiri. Selain itu, membuka kemungkinan untuk pergaulan antarbangsa.
Ikrar “Sumpah Pemuda” pada 1928 ini masih menyembunyikan persoalan, apakah kemunculannya didorong oleh rasa kebudayaan, keterikatan tradisi dan patrimonia yang sama atau desakan dari luar. Masalah mengenai ada tidaknya kesamaan kultural dan patrimonia yang menjadi sarana pemersatu sudah ada sejak munculnya Budi Utomo. Patrimonia digunakan sebagai dasar pembentukan kepribadian bangsa. Tetapi kemungkinan untuk memilih dasar dengan cara seperti ini ternyata memberi peluang bagi orang Jawa mengangkat diri, sebab mereka merupakan suku yang terbesar. Hal ini membuat nilai-nilai non-Jawa harus mencari pijakan yang kuat dalam membentuk identitas bersama. Konflik-konflik ideal-kultural menyangkut kebangsaan sebenarnya belum tunts diselesaikan dalam Sumpah Pemuda. Hingga sekarang konflik kultural dianggap sebagai bahaya laten yang mesti diwaspadai, misalnya karena dianggap isu SARA. Dengan demikian ikrar “Sumpah Pemuda” tampaknya hanya menjangkau kepentingan pada dimensi politis untuk melangkah ke depan bersama-sama. Kepribadian nasional diartikan sebagai kepribadian masyarakat yang mengarah pada pembentukan bangsa baru yang bebas dan terbuka ke masa depan. Kepribadian nasional menunjuk pada proses politis ke depan untuk merekayasa sebuah kedaulatan yang otonom, bebas dari penjajah, dan bukan kesadaran akan peristiwa sejarah masa lalu atau kesamaan tradisi kultural. Peristiwa politis memperkuat jatidiri “bangsa baru” agar lebih mantap untuk mendirikan negara. Tekanan nuansa politik dalam pembentukan kebangsaan sejak 1928 menyiratkan logika bahwa “kepribadian nasional” semestinya dipakai dalam pembicaraan umum, karena istilah itu lebih mencerminkan kenyataan. Sedangkan penggunaan istilah “kepribadian bangsa” yang menunjuk pada kesamaan tradisi budaya di masa lampau, lebih berasosiasi pada kesatuan budaya Jawa dan dalam pembicaraan umum mengandung ironi karena mengelabui, apalagi jik tidak disertai dengan sikap penghargaan terhadap aktivitas kultural baru yang berkembang kemudian, yang sebenarnya menyumbangkan upaya ke arah kesatuan bangsa.
Pada saat pembentukan negara belum ada budaya yang satu dan sama. Jikalau antropologi dan sosiologi dapat memastikan kemungkinan adanya budaya yang disebut budaya Indonesia, maka budaya ini bisa diangkat sebagai budaya bangsa dan menjadi dasar yang sangat penting untuk membentuk “kepribadian bangsa” Pembentukan budaya baru menyebabkan perombakan budaya lama atau daerah, sebab tiap suku atau kelompok harus mempertimbangkan kembali budaya aslinya di hadapan budaya baru yang diciptakan, yang disebut Indonesia yang menyatukan. Persoalan inilah yang tampaknya hingga kini terap aktual untuk dibicarakan.
Bangsa Belum Terbentuk
Masyarakat nusantara merupakan basis pergaulan sosial yang paling dasar dan luas dari apa yang kita sebut bangsa Indonesia. Masyarakat yang bersifat kultural merupakan induk dari budaya-budaya (plural) yang seolah-olah memberi bekal dan nutrisi bagi pembentukan bangsa Indonesia. Tetapi kesadaran berbangsa pada jaman dulu lebih didorong oleh kepentingan mendesak untuk membentuk negara dan pemerintahan yang otonom dalam pengertian politis.
Meskipun sejak proklamasi 17 Agustus negara Indonesia sudah terbentuk secara formal namun “kepribadian bangsa” tampaknya merupakan hal yang belum sepenuhnya tertangani. Peristiwa Sumpah Pemuda menjadi pijakan untuk pembentukan bangsa, terasa sebagai peristiwa yang terlampaui cepat lewat, sebelum pemuda-pemudi pada generasi penerusnya dapat menghidupkan jiwa dari masyarakat baru yang dicita-citakan. Sumpah Pemuda barulah awal simbolis dari tekad untuk menjadikan “satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa”, yang masih harus ditindaklanjuti. Lahirnya Pancasila dengan sila “Persatuan Indonesia” antara lain merupakan indikasi yang kuat dari semangat hidup berbangsa. Namun semangat seperti ini semakin hari ternyata semakin surut dan “Persatuan Indonesia” lebih dipakai sebagai slogan ideologis daripada diupayakan secara kultural.
Terjadinya konflik antar berbagai kelompok yang bersifat kesukuan, keagamaan, ras, dan lain-lain sejak terbentuknya negara Indonesia hingga belakangan ini, dengan sendirinya menimbulkan persoalan apakah bangsa Indonesia dengan sendirinya menimbulkan persoalan apakah bangsa Indonesia sungguh sudah terbentuk? Konflik yang berkenaan dengan isu otonomi daerah, sepertinya mau memperlihatkan wajah masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Seolah-olah tak tahan lagi terhadap politis-ideologis dari pemerintah hingga saat ini, yang tanpa penyelenggaraan pendidikan peradaban yang memadai sering dengan mudah dan murah menyuarakan “persatuan dan kesatuan bangsa”. Sesuatu yang berbeda dari kebangsaan baru, seperti yang dicita-citakan oleh tekad pemuda di tahun 1928.
C.  Kesimpulan
Kepribadian suatu bangsa seharusnya sudah terbentuk bersamaan dengan lahirnya suatu negara. Tetapi pada kenyataannya negara Indonesia yang sudah lahir masih belum terbentuk kepribadian bangsanya. Hal ini terlihat dari semangat kebangsaan masyarakat Indonesia yang semakin lama semakin surut. Persatuan dan kesatuan dalam masyarakat sekarang ini sudah mulai runtuh akibat politik-ideologis dari pemerintah. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat Indonesia harus kembali untuk membentuk rasa persatuan dan kesatuan serta membentuk suatu kepribadian bangsa Indonesia yang kuat. Kita harus berakar dari kepentingan bersama dalam melakukan suatu hal demi negara Indonesia kita. Kita harus kembali mengobarkan semangat Sumpah Pemuda. Kita juga harus berani melawan dan mengkritisi secara cerdas setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan tujuan dan cita-cita dari masyarakat Indonesia. Dengan begitu semangat nasionalisme dari masyarakat Indonesia tidak akan pernah luntur sepanjang masa.

Sunday, August 18, 2019

Peran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Permasalahan
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan membahas berbagai aspek dalam kehidupan, yaitu pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa.
Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara. Kalau kaitan Pendidikan Kewarganegaraan dalam lingkup Filsafat Ilmu menjadi kajian dalam penerapan Pendidikan Kewarganegaraan sendiri dan menjadi dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, penyusun ingin membahas pemahaman Pendidikan Kewarganegaraan yang berkaitan serta berkedudukan dalam bidang Filsafat Ilmu.

B.     Tujuan pembuatan makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui manfaat  dan tujuan yang diharapkan agar nantinya para mahasiswa mengetahui pentingnya peran pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.

C.     Manfaat Penulisan
Dengan menguasai pendidikan Kewarganegaraan, kita dapat mengembangkan kemampuan-kemapuan sebagai berikut:
1.      Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menghadapi berbagai masalah kewarganegaraan;
2.      Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,  berbangsa, dan bernegara;
3.      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup secara berdampingan dengan sesama;
4.      Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memenfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan maka dalam perumusan masalah yang akan di bahas adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
2.      Bagaimana peran penting Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi ?
3.      Apa manfaat peran penting Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi ?


Bab  II
       PEMBAHASAN

A.    LANDASAN TEORI
1.      Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha untuk memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.
Sedangkan istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan.
Sehingga pengertian pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia , meskipun dengan berbagai macam istilah atau nama . Matakuliah tersebut sering disebut sebagai civic education, citizenship education , dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education.

2.      Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam UU No.20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, memiliki etos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan Nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan dan berorientasi ke masa depan.
Jiwa petriotik, rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan dikalangan mahasiswa hendak dipupuk melalui pendidikan kewarganegaraan. Kehidupan kampus di perguruan tinggi dikembangkan sebagai lingkungan alamiah yang dinamis, berwawasan budaya bangsa, bermoral keagamaan dan berkepribadian bangsa.
UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan  nasional menyebutkan bahwa kurikulum dan isi pendidikan yang memuat pendidikan pancasila, agama, dan kewarganegaraan harus terus ditingkatkan dan dikembangkan disemua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Itu berarti bahwa materi instruksional pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi harus terus-menerus ditingkatkan dan metodologi pengajarannya harus terus dikembangkan.
B.     KESIMPULAN
1.      Peran Penting Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Pendidikan kewarganegaraan merupakan pembelajaran bagi individu-individu untuk mendukung dan memperkokoh kecintaan terhadap tanah air dalam berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan tinggi dengan tujuan agar mahasiswa memiliki wawasan akan kesadaran berbangsa dan bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai perilaku yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Segala hal tersebut diperlukan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dan tidak terpecah belah.
Pendidikan kewarganegaraan bagi mahasiswa menurut kami sangat dibutuhkan saat ini. Dengan keadaan bangsa yang dalam gejolak krisis ini, mahasiswa patut untuk ditumbuhkan semangat kebangsaan dan cinta tanah airnya. Bagaimanapun para mahasiswa adalah generasi pengganti bangsa ini di masa mendatang. Dengan pemahaman yang baik dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai aturan, maka diharapkan akan terbentuk suatu jajaran generasi pengganti yang diharapkan dapat mengganti kebiasaan buruk para pejabat bangsa ini. Selain itu dengan generasi yang mengerti dan faham akan berwarga negara Indonesia, harapan untuk kemajuan bangsa ini akan terlaksana.membangun warga negara yang memiliki sadar hukum yang tinggi tidak dapat dilakukan secara instan. Oleh karena itu diperlukan pembekalan kepada mahasiswa dalam kaitannya dengan pengembangan nilai, sikap dan kepribadiannya.
Seorang mahasiswa merupakan seseorang yang telah memiliki pendidikan yang tinggi. Dengan pendidikan yang telah diperolehnya tersebut, ia dapat dikatakan memiliki pengetahuan yang luas. Namun seperti ada pepatah “Semakin tinggi pohon maka semakin kencang anginnya”, semakin banyak pengetahuan yang diperoleh seorang mahasiswa, maka akan semakin banyak godaan yang didapatnya untuk menyalah gunakan ilmu yang telah ia peroleh. Misalnya, seorang mahasiswa computer yang telah memiliki kemampuan pemrograman yang baik, bukannya membuat program yang berguna bagi masyarakat, namun justru membuat virus computer yang dapat merugikan masyarakat. Hal-hal semacam ini tentu tidak boleh dibiarkan tumbuh subur di kalangan mahasiswa.
Oleh karena itu diperlukan rambu-rambu agar penerapan ilmu yang telah didapat melalui kegiatan pendidikan dapat diamalkan dengan baik dan tidak merugikan orang lain. Di sinlah peran penting Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan memberikan pedoman-pedoman yang penting agar para mahasiswa yang nantinya akan terjun ke dunia kerja tidak tersesat baik dalam pengamalan ilmu yang tidak pada tempatnya, maupun pada tindakan-tindakan tidak terpuji dalam pengamalan ilmu, misalnya adalah menerima suap, menjual rahasia perusahaan, dan lain-lain.
Selain itu, dalam Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa juga dibekali dengan pedoman-pedoman hidup sebagai warga Negara yang baik. Sebagai seseorang yang masih berusia belia, seorang mahasiswa masih sering bertindak semaunya sendiri, dan terkadang tidak terlalu peduli dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya, banyaknya mahasiswa yang tidak ikut Pemilu karena malas pulang ke rumah, atau malas mengurus perpindahan kependudukannya. Hal semacam ini tidak bisa dibiarkan karena pemuda merupakan generasi harapan bangsa. Dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan, diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta air dalam diri para mahasiswa. Dengan adanya rasa cinta air dalam diri para mahasiswa, maka diharapkan akan timbul kekompakan dalam upaya membela negara, sehingga diharapkan negara Indonesia akan menjadi lebih kokoh dan martabat bangsa Indonesia akan lebih terjaga. Selain itu, dengan adanya rasa cinta tanah air, diharapkan mahasiswa sebagai generasi muda tidak melupakan budaya asli bangsa Indonesia serta mau melestarikan budaya bangsa Indonesia.
Pada akhirnya, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membentuk moral para mahasiswa, agar meskipun mereka telah memiliki keilmuan yang tinggi, mereka tetap terjaga sebagai warga Negara Indonesia yang baik. Jangan sampai seseorang yang memiliki keilmuan yang tinggi tersesat dan salah jalan, sebab orang yang berilmu tinggi namun salah jalan akan menjadi sangat berbahaya bagi sekitarnya. Namun apabila seseorang berilmu tinggi memiliki kepribadian yang baik, dan memiliki rasa kebangsaan, maka orang itu akan menjadi sangat berguna bagi bangsa dan negara. Dengan hadirnya generasi-generasi penerus yang berkeilmuan tinggi dan berwawasan kebangsaan yang tinggi, tentunya bangsa Indonesia akan menjadi maju.
.
2.      Manfaat pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi
Berdasarkan keputusan DIRJEN DIKTI No . 43 /DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi , misi dan kompetensi sebagai berikut :
Visi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya . Hal ini didasarkan pada suatu realitas yang dihadapi , bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual , religius , berkeadaban , berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya .
Misi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya , agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai – nilai dasar Pancasila , rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai , menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan , teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral .
Oleh karena itu kompetensi yang diharapkan mahasiswa adalah untuk menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air , demokratis , berkeadaban . Selain itu kompetensi yang diharapkan agar mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki daya saing , berdisiplin , berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai pancasila .

Tujuan  Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi :

1.   Memiliki wawasan dan kesadaran kebangsaan dan rasa cinta tanah air  sebagai perwujudan warga negara Indonesia yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup bangsa dan negara
2.   Memiliki wawasan dan penghargaan terhadap keanekaragaman masyarakat Indonesia sehingga mampu berkomunikasi baik dalam rangka meperkuat integrasi nasional
3.    Memiliki wawasan, kesadaran dan kecakapan dalam melaksanakan hak, kewajiban, tanggung jawab dan peran sertanya sebagai warga negara yang cerdas, trampil dan berkarakter
4.     Memiliki kesadaran dan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia serta kewajiban dasar manusia sehingga mampu memperlakukan warga negara secara adil dan tidak diskriminatif
5.     Berpartisipasi aktif membangun masyarakat Indonesia yang  demokratis dengan berlandaskan pada nilai dan budaya demokrasi  yang bersumber pada Pancasila
6.    Memiliki  pola sikap,  pola pikir dan pola perilaku yang mendukung ketahanan nasional serta mampu menyesuaikannya dengan tuntutan perkembangan zaman demi kemajuan bangsa



DAFTAR PUSTAKA

M.S.KAELAN., dan zubaidi ahmad .2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi berdasar SK DIRJEN DIKTI No 43 /DIKTI/KEP/2006. Paradigma :  Yogyakarta.
Herdiawanto Heri., dan Hamdayama Jumanta . 2010 . Cerdas , Kritis , dan Aktif BERWARGANEGARA Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi . Erlangga : Jakarta.
Winarno . 2013 . Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan isi , strategi , dan penilaian . PT .BUMI AKSARA : Jakarta .
Wiharyanto Kardiyat . 2007 . Pendidikan Kewarganegaraan berdasar nilai – nilai pancasila untuk perguruan tinggi . Sahabat setia : Yogyakarta .
Erwin Muhammad . 2012 . Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia (edisi revisi) . PT Refika Aditama : Bandung.