Monday, August 19, 2019

Menyikapi Lahirnya Negara dan Bangsa Indonesia


 Nama Jurnal
 BASIS
 Edisi Jurnal
 Nomor 03-04, Tahun Ke-50 Maret-April 2001
 Judul Artikel
 “INDONESIA: NEGARA SUDAH LAHIR, BANGSA BELUM TERBENTUK”
 Pengarang
 A.Sudiarja

A.  Pendahuluan
Kita telah mengetahui bahwa negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini terjadi setelah perjuangan para pahlawan kita pada jaman dahulu yang bersatu melawan penjajah. Namun lahirnya negara Indonesia masih menimbulkan banyak permasalahan. Salah satunya adalah ketika Indonesia telah lahir menjadi suatu negara, apakah Indonesia sudah terbentuk menjadi suatu bangsa? Padahal munculnya suatu “negara” seringkali dikaitkan dengan munculnya suatu “bangsa”. Tetapi untuk mengetahuinya kita harus memahami pengertian tentang “kepribadian bangsa” dan “kepribadian nasional”. Selain itu kita juga harus menyikapi secara positif mengenai lahirnya negara dan bangsa Indonesia serta sejarahnya pada jaman dahulu.
B.  Pembahasan
Munculnya Suatu Bangsa
Ada dua teori yang menyatakan lahirnya suatu bangsa. Teori yang pertama menyatakan bahwa suatu bangsa muncul dari kesadaran kolektif yang berkembang dari “dalam” diri suatu kelompok. Teori yang kedua menyatakan munculnya suatu bangsa dibentuk dari “luar” dengan suatu ideologi.
Beberapa pengertian mengenai bangsa:
1.    Bangsa dalam bahasa Sanskerta, vamsah (wangsa), yang berarti hubungan persaudaraan, ras atau suku, hubungan darah, keturunan, khususnya menyangkut para raja (dinasti).
2.    Pengertian bangsa dalam ilmu politik. Bangsa dalam bahasa Inggris “nation” dan dalam bahasa Latin, “natio” yang berarti kelahiran baru. Pengertin etimologis ini menyiratkan kenyataan bahwa bangsa merupakan orang-orang baru yang dilahirkan karena sesuatu peristiwa luar biasa, sehingga membentuk satu kelompok masyarakat yang mempunyai roh yang menjiwai kelompok masyarakat tersebut.
Ada dua nuansa berbeda yang menjelaskan pengertian bangsa. Pertama menunjuk pada ikatan adat dan tradisi masa lalu, yang kedua munujuk pada kebaruan di masa depan. Nuansa manakah yang dapat ditemukan dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia? Ini merupakan akar dari persoalan menyangkut pengartian berbeda dari istilah “kepribadian bangsa” dan “kepribadian nasional”.
Proses Penyadaran Identitas
Proses penyadaran identitas bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa berlangsung pada “Zaman Pergerakan” antara tahun 1900-1928 oleh kalangan cendekiawan. Kesadaran sebagai bangsa terjajah mendorong kesatua untuk melawan pemerintahan kolonial dan membangun pemerintah sendiri. Kesadaran ini juga mendorong rakyat Indonesia untuk menyatakan kebangsaannya dan menuntut kemerdekaan. Hal ini memuncak pada saat Jepang menyerah dari Sekutu pada tahun 1945. Pada saat itu bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Proklamasi pada waktu itu belum menjamin secara faktual terhadap penduduk, wilayah dan pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu, Belanda berusaha merebut kembali wilayah yang tidak dikuasai pemerintahan Indonesia.
Indonesia mengalami dualisme kekuasaan yang saling mengecualikan. Sesudah melewati proses yang panjang dan dukungan eksplisit dari rakyat, baik lewat perlawanan gerilya maupun pemboikotan terhadap birokrasi Belanda, “negara” Hindia Belanda berubah menjadi “negara” Republik Indonesia. Berdirinya “negara” Republik Indonesia corak pergaulan sosial baru yang direkayasa pemerintahan yang baru juga berkembang. Tetapi dilihat dari sudut praktis-birokratis negara Indonesia hanya mengisi fungsi-fungsi birokrasi lama yang sudah ada sejak pemerintahan kolonial. Yang baru hanyalah corak masyarakatnya yang melanjutkan birokrasi lama dengan kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, dan perdagangan yang mendukung negara. Hal ini berarti masyarakat Indonesia dengan seluruh interaksi sosialnya itu merupakan faktor penting untuk menjamin eksistensi negara Indonesia.
Kepribadian Bangsa dan Kepribadian Nasional
Kepribadian secara ekstensial memuat pengertian kebebasan dan keterbukaan; yakni tanggung jawab moral dalam tindakan dan solidaritas dengan sesama warga untuk pembentukan masa depan bersama. Kepribadian menurut Driyarkara dapat dinyatakan pada kesatuan bangsa. Kesadaran akan kepribadian muncul bersamaan dengan kesadaran akan kesatuan bangsa. Kesadaran akan  kesatuan bangsa muncul ketika pemuda-pemudi di Indonesia mengikrarkan  “Sumpah Pemuda.” Dengan ikrar itu dinyatakan otonomi bangsa Indonesia dan tanggung jawab mereka untuk menentukan nasibnya sendiri. Selain itu, membuka kemungkinan untuk pergaulan antarbangsa.
Ikrar “Sumpah Pemuda” pada 1928 ini masih menyembunyikan persoalan, apakah kemunculannya didorong oleh rasa kebudayaan, keterikatan tradisi dan patrimonia yang sama atau desakan dari luar. Masalah mengenai ada tidaknya kesamaan kultural dan patrimonia yang menjadi sarana pemersatu sudah ada sejak munculnya Budi Utomo. Patrimonia digunakan sebagai dasar pembentukan kepribadian bangsa. Tetapi kemungkinan untuk memilih dasar dengan cara seperti ini ternyata memberi peluang bagi orang Jawa mengangkat diri, sebab mereka merupakan suku yang terbesar. Hal ini membuat nilai-nilai non-Jawa harus mencari pijakan yang kuat dalam membentuk identitas bersama. Konflik-konflik ideal-kultural menyangkut kebangsaan sebenarnya belum tunts diselesaikan dalam Sumpah Pemuda. Hingga sekarang konflik kultural dianggap sebagai bahaya laten yang mesti diwaspadai, misalnya karena dianggap isu SARA. Dengan demikian ikrar “Sumpah Pemuda” tampaknya hanya menjangkau kepentingan pada dimensi politis untuk melangkah ke depan bersama-sama. Kepribadian nasional diartikan sebagai kepribadian masyarakat yang mengarah pada pembentukan bangsa baru yang bebas dan terbuka ke masa depan. Kepribadian nasional menunjuk pada proses politis ke depan untuk merekayasa sebuah kedaulatan yang otonom, bebas dari penjajah, dan bukan kesadaran akan peristiwa sejarah masa lalu atau kesamaan tradisi kultural. Peristiwa politis memperkuat jatidiri “bangsa baru” agar lebih mantap untuk mendirikan negara. Tekanan nuansa politik dalam pembentukan kebangsaan sejak 1928 menyiratkan logika bahwa “kepribadian nasional” semestinya dipakai dalam pembicaraan umum, karena istilah itu lebih mencerminkan kenyataan. Sedangkan penggunaan istilah “kepribadian bangsa” yang menunjuk pada kesamaan tradisi budaya di masa lampau, lebih berasosiasi pada kesatuan budaya Jawa dan dalam pembicaraan umum mengandung ironi karena mengelabui, apalagi jik tidak disertai dengan sikap penghargaan terhadap aktivitas kultural baru yang berkembang kemudian, yang sebenarnya menyumbangkan upaya ke arah kesatuan bangsa.
Pada saat pembentukan negara belum ada budaya yang satu dan sama. Jikalau antropologi dan sosiologi dapat memastikan kemungkinan adanya budaya yang disebut budaya Indonesia, maka budaya ini bisa diangkat sebagai budaya bangsa dan menjadi dasar yang sangat penting untuk membentuk “kepribadian bangsa” Pembentukan budaya baru menyebabkan perombakan budaya lama atau daerah, sebab tiap suku atau kelompok harus mempertimbangkan kembali budaya aslinya di hadapan budaya baru yang diciptakan, yang disebut Indonesia yang menyatukan. Persoalan inilah yang tampaknya hingga kini terap aktual untuk dibicarakan.
Bangsa Belum Terbentuk
Masyarakat nusantara merupakan basis pergaulan sosial yang paling dasar dan luas dari apa yang kita sebut bangsa Indonesia. Masyarakat yang bersifat kultural merupakan induk dari budaya-budaya (plural) yang seolah-olah memberi bekal dan nutrisi bagi pembentukan bangsa Indonesia. Tetapi kesadaran berbangsa pada jaman dulu lebih didorong oleh kepentingan mendesak untuk membentuk negara dan pemerintahan yang otonom dalam pengertian politis.
Meskipun sejak proklamasi 17 Agustus negara Indonesia sudah terbentuk secara formal namun “kepribadian bangsa” tampaknya merupakan hal yang belum sepenuhnya tertangani. Peristiwa Sumpah Pemuda menjadi pijakan untuk pembentukan bangsa, terasa sebagai peristiwa yang terlampaui cepat lewat, sebelum pemuda-pemudi pada generasi penerusnya dapat menghidupkan jiwa dari masyarakat baru yang dicita-citakan. Sumpah Pemuda barulah awal simbolis dari tekad untuk menjadikan “satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa”, yang masih harus ditindaklanjuti. Lahirnya Pancasila dengan sila “Persatuan Indonesia” antara lain merupakan indikasi yang kuat dari semangat hidup berbangsa. Namun semangat seperti ini semakin hari ternyata semakin surut dan “Persatuan Indonesia” lebih dipakai sebagai slogan ideologis daripada diupayakan secara kultural.
Terjadinya konflik antar berbagai kelompok yang bersifat kesukuan, keagamaan, ras, dan lain-lain sejak terbentuknya negara Indonesia hingga belakangan ini, dengan sendirinya menimbulkan persoalan apakah bangsa Indonesia dengan sendirinya menimbulkan persoalan apakah bangsa Indonesia sungguh sudah terbentuk? Konflik yang berkenaan dengan isu otonomi daerah, sepertinya mau memperlihatkan wajah masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Seolah-olah tak tahan lagi terhadap politis-ideologis dari pemerintah hingga saat ini, yang tanpa penyelenggaraan pendidikan peradaban yang memadai sering dengan mudah dan murah menyuarakan “persatuan dan kesatuan bangsa”. Sesuatu yang berbeda dari kebangsaan baru, seperti yang dicita-citakan oleh tekad pemuda di tahun 1928.
C.  Kesimpulan
Kepribadian suatu bangsa seharusnya sudah terbentuk bersamaan dengan lahirnya suatu negara. Tetapi pada kenyataannya negara Indonesia yang sudah lahir masih belum terbentuk kepribadian bangsanya. Hal ini terlihat dari semangat kebangsaan masyarakat Indonesia yang semakin lama semakin surut. Persatuan dan kesatuan dalam masyarakat sekarang ini sudah mulai runtuh akibat politik-ideologis dari pemerintah. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat Indonesia harus kembali untuk membentuk rasa persatuan dan kesatuan serta membentuk suatu kepribadian bangsa Indonesia yang kuat. Kita harus berakar dari kepentingan bersama dalam melakukan suatu hal demi negara Indonesia kita. Kita harus kembali mengobarkan semangat Sumpah Pemuda. Kita juga harus berani melawan dan mengkritisi secara cerdas setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan tujuan dan cita-cita dari masyarakat Indonesia. Dengan begitu semangat nasionalisme dari masyarakat Indonesia tidak akan pernah luntur sepanjang masa.

No comments:

Post a Comment